Artikel Terbaru

twitter

Minggu, 09 September 2012

Tuhan masih memberi kesempatan kami memperbaiki hidup

Waktu sudah menunjukan pukul 14.57 WIB Ketika akhirnya Dhenok,anak
kami semata wayang,terlelap dipelukan ibunya. Meski matanya
terpejam,gurat kelelahan dan kecemasan di wajahnya masih terlihat
jelas. Maklum,sejak pukul enam pagi dia kami ajak berlari-lari kesana
kemari tak tentu arah. Saat tanah bergetar hebat menjelang pukul enam
pagi, sabtu 27 mei 2006 lalu, Dhenok baru saja kami bangunkan dari
tidurnya. Suasana kepanikan,ketakutan,kecemasan dan kelelahan yang
luar biasa,itulah yang seharian ini dirasakanya.
Setelah yakin Dhenok tidur nyenyak dan situasi mulai tenang,kami
sekeluarga menyempatkan untuk mengucap syukur pada tuhan karena kami
selamat. Teras rumah kami memang hancur,tembok juga retak-retak cukup
parah. Namun,kerusakan itu tidaklah seberapa jika di bandingkan dengan
rumah tetangga yang ambruk. Lebih lagi tidak sebanding dengan
kesempatan yang masih diberikan Tuhan kepada kami untuk melanjutkan
dan memperbaiki hidup. Saat itulah,kami semua merasakan betapa
kecilnya manusia di hadapan Tuhan.Hanya kurang dari satu menit
semuanya hancur lebur.
Setelah memastikan Dhenok dan seluruh anggota keluarga dalam kondisi
tenang dan aman,kami bergegas menuju ke orang tua di Ganjuran,Bantul.
Penuh kecemasan saya memacu sepeda motor butut kami membelah kota
yogya yang sebagian juga luluh lantak. Saat melewati daerah
kotagede,Giwangan,pleret,jejeran,jetis,sewon yang 90% bangunan rumah
di sana hancur lebur hati kami makin diliputi kecemasan memikirkan
nasib orang tua kami.
Sekitar pukul sebilan pagi,adik yang tinggal tak jauh dari rumah
orang tua kami mengirim SMS yang mengabarkan bahwa Bapak dan ibu
selamat. Namun,lima menit kemudian dia mengirimkan SMS lagi bahwa
kondisi Bapak menghawatirkan karena punggugnya tertimpa lemari pakaian
dan tembok yang runtuh.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More